Cerita Singkat Sejarah Karawang Pada Masa Kerajaan Mataram dan Penjajahan Belanda

4 Likes Comment
Sejarah Karawang

Siapa yang tidak tahu tentang Karawang? Sebuah kabupaten di tanah Pasundan ini yang beribukotakan Karawang. Wilayah ini dikenal dalam karya sastra Chairil Anwar yang bertajuk Karawang-Bekasi.  Lalu, seperti apa sejarah Karawang ini pada awal mula berdirinya? Simak penjelasan singkatnya berikut ini.

Sejarah Berdirinya Karawang

Awal mula keberadaan wilayah Karawang sudah ada sejak abad ke XV. Pada masa itu, Karawang masih merupakan kawasan hutan dan rawa-rawa. Kemudian, pada masa Kerajaan Pakuan Pajajaran yang berpusat di Bogor, Karawang merupakan sebuah kawasan yang menjadi jalur lalu lintas penting bagi jalur kerajaan tersebut. Karawang menjadi kawasan penting yang menguhubungkan antara Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan Galuh Pakuan yang berada di daerah Ciamis.

Ketika masih menjadi jalur lalu lintas antara Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan Galuh Pakuan, luas wilayah Karawang meliputi kawasan Bekasi, Subang, Purwakarta, dan Karawang itu sendiri. Hingga pada tahun 1579 Masehi, Kerajaan Pakuan Pajajaran pun runtuh. Kemudian pada tahun 1580 berdirilah kerajaan baru yang mengangkat ajaran Islam di tanah Pajajaran, kerajaan tersebut dikenal dengan nama Kerajaan Sumedanglarang.

Kerajaan Sumedanglarang ini dipimpin oleh raja bernama Prabu Geusan Ulun. Pada masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun ini, pusat pemerintahan berada di Dayeuhluhur dengan wilayah kekuasaannya membawahi, Sumedang, Galuh, Limbangan, Sukakerta, dan juga Karawang.

Kerajaan ini pun berdiri sebagai kerajaan yang cukup Berjaya pada masanya. Hingga pada tahun 1608 Prabu Geusan Ulun yang merupakan raja dari Kerajaan Sumedanglarang ini pun wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama Ranggagempol Kusumahdinata.

Pada masa yang sama, di Jawa Tengah, telah berdiri pula Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung (1613-1645). Pada masa pemerintahannya itu, Sultan Agung bertekad untuk menguasai seluruh wilayah di Pulau Jawa dan mengusri penjajah yang kala itu berasal dari Belanda yang memusatkan pemerintahannya di Batavia.

Ranggagempol Kusumahdinata yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Sultan Agung pun kemudian menyerahkan kekuasaan kerajaan Sumedanglarang kepada Kerajaan Mataram pada tahun 1620. Dengan penyerahan kekuasaan tersebut, Ranggagempol Kusumahdinata kemudian diangkat menjadi Bupati untuk tanah Sunda oleh Sultan Agung.

Selama menjadi Bupati di tanah Sunda, Ranggagempol melaksanakan kewajibannya dengan baik, hingga pada tahun 1624 beliau pun wafat dan digantikan oleh saudara kandungnya, yaitu Ranggagede. Penggantian Bupati oleh Sultan Agung ini ternyata menimbulkan konflik internal. Putra Ranggagempol Kusumahdinata yang merasa disisihkan karena tidak diangkat sebagai putra mahkota dan menggantikan tahta ayahnya tersebut kemudian melakukan pemberontakan.

Pemberontakan yang dilakukan oleh putra Ranggagempol ini adalah dengan meminta bantuan kepada Sultan Banten agar menaklukan Kerajaan Sumedanglarang. Sebagai imbalannya, putra dari Ranggagempol ini berjanji akan memberikan seluruh kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang kepada pemerintahan Kerajaan Banten pada masa itu.

Pada saat itu, Banten pun kemudian mengirimkan bala tentaranya untuk memenuhi permintaan putra dari Ranggagempol dan juga untuk merebut kembali pelabuhan Sunda Kelapa yang telah dikuasai oleh Belanda. Inilah yang kemudian menjadi titik awal sejarah Karawang berasal.

Masuknya tentara Banten ke Karawang telah terdengar oleh pihak Sultan Agung sebagai pimpinan Kerajaan Mataram. Sebagai tindak lanjut dari gerakan tentara Banten, pada tahun 1624 Sultan Agung mengutus Aria Wirasaba dari Mojo Agung, Jawa Timur bersama 1000 prajurit untuk membebaskan Karawang dari Banten dan juga mempersiapkan logistic dengan membangun gudang-gudang beras. Selain itu, Sultan Agung juga mengutus Aria Wirasaba meneliti rute penyerangan Mataram pada Batavia melalui jalur Banyumas.

Diutus oleh Sultan Agung untuk membereskan segala urusan di Karawang dengan mendirikan 3 desa di Karawang, yaitu Waringinpitu yang sekarang lebih dikenal sebagai Teluk Jambe, Desa Parakansapi atau Waduk Jatiluhur, dan Desa Adiarsa yang sekarang dikenal sebagai Kecamatan Karawang Barat. Namun, karena kurangnya komunikasi antara Aria Wirasaba dengan pihak Kejrajaan Mataram maka Sultan Agung kemudian menganggap bahwa tugas Aria Wirasaba telah gagal dilaksanakan.

Untuk menjaga keamanan wilayah Kerajaan Mataram di sebelah barat, pada tahun 1628-1629 Sultan Agung memerintahkan bala tentaranya untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (pihak Belanda) di Batavia. Namun, penyerangan ini gagal karena medan yang terlalu berat.

Sultan Agung kemudian menjadikan wilayah Karawang sebagai pusat logistik yang memiliki pemimpin yang cakap dan ahli serta mampu menggerakan masyarakat untuk membangun pesawahan disana. Untuk itu, Sultan Agung kemudian memerintahkan Wiraperbangsa Sari Galuh dengan 1.000 prajuritnya untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten serta menjadikan wilayah Karawang tersebut sebagai pusat logistik. Wiraperbangsa juga diutus untuk mempersiapkan penyerangan terhadap VOC di Batavia.

Tugas yang diberikan Sultan Agung kepada Wiraperbangsa ternyata berhasil, sehingga raja Kerajaan Mataram tersebut pun memberikan penghargaan atas keberhasilannya dengan menganugerahi jabatan Wedana atau setingkat Bupati di Karawang. Selain itu, Wiraperbangsa juga diberi gelar Adipati Kertabumi III dan diberikan keris bernama Karosinjang.

Setelah diberi penghargaan dan berniat kembali ke Karawang untuk menjalankan tugasnya sebagai Bupati Karawang, Wiraperbangsa singgah terlebih dahulu di Galuh untuk menjenguik keluarganya. Ketika masa Wiraperbangsa berada di Galuh, ia pun wafat sebelum kembali ke Karawang. Dan jabatan sebagai Bupati Karawang pun dilanjutkan oleh putranya, yaitu Raden Singaperbangsa. Raden Singaperbangsa ini memiliki gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah Karawang dari tahun 1633-1677.

Hingga pada abad ke XVII, Mataram berhasil menduduki puncak kekuasaannya sebagai kerajaan terbesar di Pulau Jawa. Dengan kepemimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo, Kerajaan Mataram bersikeras mempersatukan Nusantara dan mengusir tentara Belanda dari tanah air. Untuk mengusir piihak Belanda yang pada waktu itu dikenal dengan VOC, Sultan Agung terlebih dahulu menguasai Karawang dan menjadikannya pusat perjuangan melawan VOC.

Ranggagede pada saat itu ditugaskan oleh Sultan Agung untuk mempersiapkan bala tentara dan logistik dengan membuka lahan pertanian di Karawang, berhasil dengan sempurna. Daerah Karawang berhasil mengembangkan seluruh lahan pertanian yang ada, sehingga pada saat itu Karawang dikenal sebagai kawasan lumbung padi. Dari sinilah sejarah Karawang mendapat julukan sebagai kota pangkal perjuangan dan juga lumbung padi Jawa Barat.

Untuk menjadikan Karawang sebagai bagian dari pemerintahan Kerajaan Mataram maka pada 14 September 1633 atau bertepatan dengan 10 Maulud 1043 Hijriah, Sultan Agung melantik Singaperbangsa sebagai Bupati Karawang pertama. Hal ini bertujuan untuk mempermudah komunikasi antar daerah dibawah Kerajaan Mataram. Hari ditetapkannya Singaperbangsa ini kemudian menjadi hari peringatan sebagai Hari Jadi Kabupaten Karawang saat ini.

Hingga saat ini, Karawang menjadi sebuah kabupaten di Jawa Barat yang terus berkembang. Karawang juga menjadi wilayah di Jawa Barat yang cukup menonjol dibanding kabupaten lainnya. Ada banyak tempat wisata, tempat belanja, ikon kota yang menjadi daya tarik kabupaten ini. Penasaran? Segera kunjungi lumbung padi di Jawa Barat ini.

Baca juga : Menyapa Alam Sekitar Tempat Wisata di Bandung Selatan

You might like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *