Siapa yang tak kenal dengan objek wisata alam Kawah Tangkuban Parahu? Objek wisata yang menjadi ikon dari dua kota ini (Bandung dan Subang), merupakan objek wisata legndaris di Jawa Barat. Sebuah fakta menyebutkan bahwa Tangkuban Parahu telah terbuka sebagai objek wisata sejak era kolonial lalu.
Objek Wisata Kawah Tangkuban Parahu, dikenal juga sebagai objek wisata kawah terbesar dan tertinggi di Bandung yang bisa dicapai dengan kendaraan. Kawah Tangkuban Parahu bahkan terkenal juga sebagai kawah purba yang dianggap menentukan kontur dan bentang alam Bandung.
Sekali pun terbentuk akibat letusan gunung purba, kawah ini ternyata masih saja menunjukkan aktivitas kegunungapiannya. Buktinya, beberapa kali kawasan ini tertutup untuk umum karena aktivitas kegunung apian yang kembali terdeteksi.
Penutupan kawasan ini, kembali terjadi di awal 2015, tepat di saat arus kunjungan wisata Bandung mencapai puncaknya. Imbasnya bisa diprediksi bahwa ratusan hingga ribuan wisatawan yang ingin atau sedang dalam perjalanan menuju objek wisata ini, terpaksa harus gigit jari.
Penutupan kawasan objek wisata alam Kawah Tangkuban Parahu, terjadi setelah ditingkatkannya status Tangkuban Parahu Waspada tepat di awal tahun. Tak lebih dari dua hari setelah penetapan status tersebut, aktivitas kegunung apian Tangkuban Parahu terus meningkat hingga pada tanggal 2-1-2015, gunung ini telah menembus level siaga.
Penetapan level ini membuat Tangkuban Parahu tertutup untuk waktu yang tak bisa ditentukan. Berdasarkan informasi, level siaga ini berlaku untuk semua wilayah dalam radius 1.5 m dari kawah Tangkuban Parahu. Artinya, akan banyak objek wisata di kawasan Lembang dan Subang yang terkena imbas dari penetapan level siaga ini.
Terlepas dari kegiatan wisata, kegelisahan sudah tentu akan sangat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Lembang dan Subang. Bagaimana tidak, penetapan level siaga ini bukan hanya berpengaruh pada kegiatan wisata, tetapi juga pada mata pencaharian masyarakat sekitar yang mayoritas menggantungkan hidup pada aktivitas pertanian dan peternakan. Sementara aktivitas ini, sudah tentu lebih bergantung pada alam.
Ironisnya, penetapan level siaga ini terjadi saat Bandung dirundung duka oleh bencana Banjir Citarum yang menimpa warga Dayeuh Kolot dan sekitarnya. Lebih umum lagi, bagi kasus bencana lain yang menimpa Indonesia. Karenanya, yang lebih penting dari penetapan kasus siaga ini, bukan pada penutupan objek wisata alam kawah Tangkuban Parahu ini, tetapi lebih pada mitigasi bencana yang semestinya dilakukan.