Salah satu bangunan bersejarah paling populer di Indonesia yaitu Gedung Sate Bandung yang berlokasi di Jl. Diponegoro 22. Bangunan ini dinamakan Gedung Sate karena pada bagian atas puncaknya diberi hiasan berupa tiang yang bentuknya hampir mirip dengan tusukan sate.
Proses Pembangunan
Gedung Sate mulai dibangun pada tahun 1920 oleh pemerintah kolonial Belanda. Akan tetapi, pada saat itu bangunan tersebut lebih terkenal dengan nama Gouvernements Bedrijven dan dipakai sebagai kantor telekomunikasi, pos dan telegraf.
Proses pembangunannya sendiri membutuhkan waktu sekitar empat tahun dan baru selesai di tahun 1924. Jumlah pekerja yang terlibat dalam pengangunan gedung ini sekitar 2000 pekerja dan mereka dibayar atau diberi upah sesuai dengan standar yang berlaku pada masa tersebut. Jadi, para pekerja ini tidak dijadikan romusha seperti ketika membuat jalan di daerah pantura.
Dan selain pekerja lokal, ada beberapa pekerja lain yang didatangkan dari luar negeri, seperti China. Sedangkan arsitek yang memiliki peran paling besar dalam pembangunannya bernama Jon Gerbert, seorang warga Belanda yang tinggal di Hindia Belanda. Atas jasanya ini, sampai sekarang meski usianya sudah hampir satu abad, Gedung Sate masih terlihat kuat dan kokoh berdiri.
Keindahan dan Keunikan Arsitektur Bangunan
Jika diamati secara lebih seksama, gaya arsitektur Gedung Sate Bandung merupakan paduan atau kombinasi antara gaya arsitektur Italia, Pagoda, Candi Borobudur dan Meru yang ada di Bali. Arsitektur gedung ini juga menampilkan gaya tradisional Sunda yang tidak tertinggal disematkan oleh arsiteknya.
Jika dilihat keseluruhan, Gedung Sate ini juga menampilkan ornamen yang hampir mirip dengan candi Hindu. Hal ini bisa disaksikan pada bagian dinding yang ada di depan atau fasade. Sedangkan bagian tengah bangunan terdapat semacam menara atau atap bersusun. Gaya seperti ini mudah ditemukan pada bangunan tradisional Bali seperti Pagoda atau Meru.
Kombinasi dan paduan gaya yang sangat unik ini menjadikan gedung tersebut menjadi salah satu bangunan tua yang sangat indah. Alasan utamanya karena berhasil menyatukan beberapa gaya arsitektur sekaligus baik gaya barat atau Eropa dan gaya Timur khususnya Indonesia.
Jika pengunjung masuk ke bagian utama, akan menyaksikan susunan lampu berukuran besar. Fungsi dari lampu-lapu ini selain sebagai alat penerangan juga jadi bagian dari hiasan ruangan atau interior. Sedangkan dindingnya sebagian besar didominasi oleh warna paling netral yaitu putih.
Penggunaan warna putih inilah yang sering membuat gedung ini memperoleh julukan sebagai Gedung Putihnya Bandung dan Jawa Barat, sebab warnanya sangat mirip dengan Gedung Putih yang ada di kota Washington Amerika.
Yang lebih menarik lagi Gedung Sate Bandung ini dilengkapi dengan sirine. Pada jaman dulu sirine tersebut dibunyikan sebagai tanda adanya serangan serta peperangan yang berasal dari pasukan Indonesia. Konon bunyi sirine tersebut bisa terdengar dengan jelas hingga jarak atau radius duapuluh kilometer.
Gedung Sate Pada Masa Sekarang
Gedung ini terdiri dari tiga lantai. Setelah mengalami beberapa kali peralihan fungsi, sejak tahun 1980 hingga sekarang digunakan sebagai kantor dan pusat pemerintahan provinsi Jawa Barat terutama di lantai dua dan tiga.
Sedangkan lantai pertama dipakai untuk poliklinik. Untuk lantai empat, tempat ini lebih sering digunakan sebagai ruang pameran karya dan budaya. Dan untuk lantai lima sendiri berfungsi sebagai lokasi untuk menikmati keindahan panorama kota Bandung dan sekitarnya.
Oleh karena itu, Gedung Sate Bandung sering juga dijadikan sebagai obyek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan baik dalam negeri sendiri hingga mancanegara. Disetiap akhir pekan, lapangan yang berada tepat disebrang gedung ini sering dipakai pula untuk berbagai macam kegiatan seperti olahraga atau bersantai dan menjadi arena transaksi jual beli aneka macam kebutuhan seperti pakaian dan lainnya yang dikenal dengan nama Gasibu.