Biodigester di Kota Bandung yang diresmikan Walikota Bandung kemarin, Senin, 27-10-2014, sebenarnya bukan lagi hal baru. Sebelumnya, biodigester telah digunakan oleh warga Cibangkong sebagai alternatif pengolahan sampah organik di perkotaan.
Namun, jika kita melihat ke pelosok desa, terutama ke wilayah Lembang. Biodigester sebenarnya telah banyak digunakan sebagai sarana pengolahan limbah, terutama kotoran sapi dan sampah perkebunan. Hal ini wajar, mengingat limbah seperti ini merupakan bahan dasar pembentukkan gas yang mudah ditemukan. Disamping juga kecepatan bakteri pengurai dari kotoran sapi dianggap lebih efisien untuk menghasilkan gas metan.
Karenanya, sangat wajar jika pemahaman biodigester yang berkembang selama ini selalu dikaitkan dengan wilayah pedesaan. Dengan demikian, wajar juga kiranya jika biodigester yang digunakan di perkotaan akan dianggap sebagai terobosan baru. Benarkah seperti itu?
Jika melihat kondisi yang ada saat ini, hal tersebut bisa dikatakan benar. Namun jika menarik sejarah jauh ke belakang, kita mungkin akan terkesima dan menganggap semua yang terjadi sebagai kemunduran. Mengapa demikian? Untuk jelasnya, mari kita simak ulasan berikut.
Sekilas Inhoftank
Beberapa mungkin sudah tak asing lagi dengan Inhoftank sebagai sebutan bagi salah jalan wilayah kota Bandung bagian selatan. Lokasinya dekat dengan lapangan Tegal lega dan nama ini adalah satu-satunya nama di Indonesia, artinya tak akan ditemui di mana pun selain di kota Bandung.
Sebutan Inhofftank sebenarnya sangat berkaitan dengan Karl Imhoff, seorang penemu unit-unit imoff tank lebih dari seabad yang lalu. Kelak unit-unit imofftank ini dikembangkan dan terkenal sebagai biodigester. Entah, mungkin sudah menjadi kebiasaan berpola bahwa setiap nama yang sulit akan selalu mengalami perubahan, perubahan nama ini terjadi juga pada Imoff tank yang kini dilafalkan dan ditulis menjadi Inhofftank.
Sebagai informasi, unit Imoff tank sendiri, didirikan di kota Bandung pada tahun 1916 sebagai Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) hanya 12 tahun setelah penemuannya. IPAL ini merupakan IPAL tertua, terbesar dan termodern pertama di masanya untuk wilayah Asia Tenggara.
Maka, bisa dibayangkan seperti apa kemajuan Bandung di masa itu di tengah kelangkaan arus informasi dan transportasi. Sayangnya, fungsinya saat ini telah berubah menjadi bagian dari padatnya pemukiman.
Menara kontrol, bak penampungan dan tank penampung yang telah berubah fungsi. Foto: aleut.wordpress.com
Sebagai IPAL, imoff tank mendapatkan masukan dari parit-parit kecil dan saluran riool (pipa) yang mengalirkan limbah rumah tangga menuju tanki bawah tanah sebagai unit pengolahan. Sedangkan outputnya berupa gas metan dan pupuk organik. Uniknya, gas metan di masa tersebut telah digunakan sebagai bahan bakar untuk bus sekolah.
Sedikit ulasan di atas, kiranya kita bisa mengetahui seperti apa kemajuan Bandung lebih dari seabad yang lalu. Karenanya, wajar jika ada yang menganggap bahwa biodigester di Kota Bandung bukan lagi dianggap sebagai hal baru apalagi yang pertama. Meski demikian, sedikit ulasan di atas bisa juga dianggap sebagai ironi dari wajah kota yang baru bangkit setelah mengalami kemunduran.