Pembangunan dan perkembangan Bandung, bisa dikatakan sangat pesat pada atu dasawarsa terakhir. Parameter yang sangat bisa digunakan adalah perubahan wajah Bandung yang bisa dilihat bukan hanya di wilayah kota, melainkan hingga ke pelosok.
Contoh nyata, pembangunan dan perbaikan ruas-ruas jalan penghubung antara kota Bandung dengan Kabupaten Bandung. Perbaikan ruas jalan ini tentunya memberikan dampak langsung terhadap perekonomian. Betapa tidak, jalan yang bagus tentu saja akan mempermudah akses masuk dan keluar bagi warga-warga di pesisir dalam berbagai hal.
Semisal, dalam pertanian yang umumnya berada di wilayah Bandung Timur, Utara, Barat dan Selatan. Akses jalan yang bagus, selain memudahkan jalur distribusi sudah tentu akan meminimalisir penyusutan bagi produk pertanian. Berkurangnya penyusutan, tentu saja akan berdampak pada peningkatan pendapatan.
Fakta di Kota Bandung
Di balik pesatnya kemajuan pembangunan dan perkembangan Bandung, ada fakta lain yang berkaitan dengan jalan sebagai topik utama yang dibicarakan. Perihal jalan yang rusak mungkin sudah menjadi hal biasa yang dirasakan di beberapa wilayah.
Namun, satu hal yang lebih utama adalah jalan-jalan yang berada di pemukiman padat penduduk. Sebagaimana diketahui, di Bandung banyak sekali pemukiman seperti ini yang berpotensi menjadi Slum Area jika tak diberi perhatian khusus. Segregasi keruangan menjadi hal utama dalam persoalan ini.
Dalam wilayah berpenduduk banyak, penggunaan gang kecil sebagai akses utama menuju area pemukiman adalah hal yang wajar. Di balik kewajaran tersebut beragam dampak negatif tentu saja menjadi hal yang seharusnya dipertimbangkan.
Sebagaimana diketahui, rumah di dalam gang terutama gang yang hanya cukup untuk dilintasi satu orang saja, sudah pasti memiliki masalah sanitasi yang buruk. Kelembapan udara karena buruknya sirkulasi udara dan kurangnya sinar matahari, sudah tentu akan berpengaruh pada aspek kesehatan. Belum lagi permasalahan sosial, keamanan dan kenyamanan yang bisa timbul sewaktu-waktu.
Di sisi lain, kondisi semacam ini tentunya memberikan rasa kekhawatiran yang sangat tinggi terhadap bencana. Bayangkan jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran atau gempa bumi? Kepanikan tentunya bukan hanya dirasakan oleh satu atau dua penduduk saja, melainkan semua penduduk yang bermukim di wilayah tersebut.
Fakta seperti ini, sebenarnya bukanlah fakta baru. Sebut saja Cicadas yang dalam beberapa dasawarsa ke belakang pernah menjadi magnet bagi para peneliti sosial karena kepadatannya. Bukan hanya peneliti lokal atau nasional, tetapi internasional. Berbagai masalah, jelas bisa dilihat dan diprediksi secara kasat mata di wilayah yang pernah diberi predikat sebagai daerah terpadat, bukan hanya di bandung, tetapi Indonesia dan tidak menutup kemungkinan dalam skala internasional.
Namun demikian, predikat ini berangsur-angsur menghilang. Uniknya, bukan hanya dilakukan karena perbaikan pemukiman, namun dipengaruhi juga karena perkembangan wilayah lain sebagai pembanding yang berangsur-angsur mendekati bahkan melebihi kepadatan di Cicadas.
Atas fakta ini, wajar kiranya jika Bandung diberi predikat sebagai kota seribu gang di Jawa Barat. Predikat ini, tentu saja tak bermaksud mengecilkan warga Bandung. Melainkan hanyalah fakta yang bisa diulas demi perbaikan di balik pesatnya pembangunan dan perkembangan Bandung.