Wilayah Majalaya Bandung merupakan salah satu wilayah di Bandung Selatan yang menyimpan sejarah panjang tentang kejayaan tekstil. Kejayaan yang dimaksud, bukan hanya berlaku untuk wilayah Bandung, tetapi juga dalam skala nasional.
Sejarah Singkat
Keberadaan industri tekstil di wilayah Majalaya Bandung, mulai muncul pada era 30’an yang dipelopori oleh warga pribumi. Beberapa pelopor yang memiliki nama harum dalam dunia tekstil Majalaya saat itu adalah H. Abdul Gani, Onjo Argadinata dan sebagainya.
Pelopor tekstil di wilayah ini, memulai usahanya dengan membuka industri rumahan. Alat tenun bukan mesin adalah alat produksi utama yang digunakan saat itu. Pemilihan industri rumah tangga seperti ini sebenarnya bukan tanpa alasan mengingat di masa tersebut warga di wilayah ini mayoritas merupakan buruh tani yang sama sekali tak memiliki lahan. Alasan lainnya bahwa menenun merupakan keterampilan tradisional yang secara budaya sangat bias gender. Dengan demikian, sangat wajar jika industri tekstil di masa ini didominasi oleh pekerja perempuan.
Tidak hanya melalui dari dua alasan di atas, industri tekstil di wilayah Majalaya ternyata mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat. Parameter perkembangan dan kemajuan tersebut, berdasarkan sejarah bisa dilihat dari animo masyarakat setempat untuk membuka industri rumah tangga lainnya. Dengan demikian, hanya dalam waktu beberapa tahun saja, wilayah Majalaya telah dipenuhi oleh industri tekstil berbasis rumah tangga.
Msih di era 30’an, industri tekstil Majalaya berhasil meraih masa keemasannya dengan puncak kejayaan di era 60’an. Puncak kejayaan ini, tentu saja disebabkan pula oleh kedatangan alat tenun mesin yang secara tegas mampu mengubah wajah produksi tenun bukan hanya di Majalaya, tetapi di Indonesia. Bayangkan, di era ini, wilayah Majalaya telah mampu menghasilkan 40% dari total produksi kain nasional. Hal itu sangat wajar mengingat hampir 25% alat tenun mesin yang ada di Jawa Barat, dimiliki oleh Majalaya.
Di sisi lain, puncak kejayaan ini membawa sisi buruk bagi pengrajin berbasis rumah tangga yang masih mengandalkan alat tenun bukan mesin. Alhasil, banyak industri rumah tangga yang gulung tikar atau mengubah kegiatan produksinya menjadi pembuatan kain lap dan barang produksi lain yang sifatnya marjinal.
Periode berikutnya yaitu era 70’an bisa dikatakan sebagai masa kemunduran bagi industri tekstil di wilayah Majalaya Bandung. Di periode ini juga banyak pabrik yang kemudian diambil alih oleh pengusaha asing.