Siapa yang tak tahu Observatorium Bosscha? Tempat ini merupakan satu-satunya tempat peneropongan bintang, bukan hanya di Bandung, tetapi di Indonesia. Dengan kata lain, tempat ini adalah satu-satunya tempat yang bisa digunakan sebagai kegiatan studi dan penelitian perbintangan di Indonesia.
Tempat peneropongan bintang atau yang lebih dikenal sebagai observatorium memang dimaksudkan untuk melihat beragam fenomena perbintangan. Bahkan, setiap tahunnya, Bosscha selalu digunakan sebagai rujukan utama untuk penentuan hilal menjelang Idul Fitri.
Fungsinya yang teramat penting dalam skala nasional tersebut, seolah meredup di balik hingar bingar dan gemerlapnya pembangunan Bandung. Meredup yang dimaksud memiliki beragam pengertian, mulai dari terpinggirkannya fungsi dan keberadaan Bosscha sebagai observatorium, hingga meredup dalam artian yang sebenarnya.
Kedua pengertian tersebut tentunya bukan tanpa alasan. Alasan utama, Observatorium Bosscha tentunya memiliki prasyarat yang harus dipenuhi. Terutama prasyarat mengenai intensitas dan kerapatan cahaya di sekitar observatorium. Kerapatan dan intensitas cahaya yang terlalu besar di wilayah sekitar observatorium dianggap memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap penelitian perbintangan dalam skala besar. Karenanya sebagian besar peneliti perbintangan, menganggap Bosscha sudah tak layak lagi sebagai tempat penelitian.
Untuk mengatasi kendala tersebut, pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan UU no 2/1992 yang menetapkan Bosscha sebagai situs atau cagar budaya yang sangat dilindungi. Namun undang-undang tersebut dianggap tak sanggup membendung arus pembangunan di wilayah Bandung yang semakin deras. Hasilnya, polusi cahaya di kota bandung dan wilayah sekitar Bosscha semakin meningkat.
Atas kendala seperti ini, sempat muncul wacana lain tentang keberadaan observatorium di Indonesia. Sebuah wacana untuk memindahkan Bosscha ke tempat lain atau membuat observatorium baru di lokasi lain yang bebas dari polusi cahaya. Namun wacana tersebut tentunya memiliki kendala yang tak bisa dianggap remeh.
Selain kendala lokasi yang strategis, kendala biaya tentunya menjadi masalah yang sangat utama. Bagaimana pun, sebuah observatorium membutuhkan biaya yang sangat besar. Di samping itu, pembiayaan tentunya masuk dalam hak budgeting. Itu artinya, pembuatan observatorium bukan hanya menyangkut masalah lokasi dan biaya saja. Tapi membutuhkan penggodogan yang sangat matang di gedung DPR/MPR RI.
Bagaimana pun, Observatorium Bosscha sebagai cagar budaya merupakan saksi sejarah yang harus dilindungi keberadaannya. Meski perannya dalam penelitian astronomi telah berkurang, namun perannya dalam edukasi masih teramat kental. Karenanya wajar jika fungsi edukasi tersebut kemudian dielaborasikan dengan wisata edukatif di kota Bandung.
maaf, mau tanya, dalam perancangan sebuah observatorium, apa ada syarat utama yang harus di penuhi? dalam hal ini kondisi alam tempat akan di bangunnya sebuah observatorium?